MENAPAK JEJAK HUTAN KAMBANG/ MUARA LABUH
Ditulis Oleh : PPAL
Novel Karya : Benza Irwan
BAB I
Pagi itu begitu sejuk dan dingin. Langit kelihatan masi mendung. Maklum semalam hujan turun takhentinya sampai menjelang subuh, sehingga halaman rumah penduduk dimanah-manah digenangi oleh bamyak air. Para penduduk desa lebih banyak santai dirumah ketimbang keluar untuk pergi kerja.
Namun lain lagi dengan yudi seorang pemudah kampung yang sekarang kuliah di UNP Padang semester tuju jurusan olah raga. Sedang duduk dikedai kopi sambil bercerita-cerita dengan penduduk di kampung tersebut, namum sekali-kali matanya tertuju ke ujung gunung dimana matahari pada pagi hari bersembunyi di puncak gunung tersebut, sambil menghembuskan asap rokoknya tersenyum dan tertawa kecil mendengarkan cerita para orang-orang tuah dikampung itu, namun secara kebetulan dari mulutnya keluar pertanyaan pada salah orang pengunjung kedai tersebut, beliau salah seorang pejuang Peteran yang biasa di panggil dengan Pak Amin.
“Pak,! “dari ujung gunung tersebut kira-kira berapa jauh lagi kampung Muarah Labuh,? Rasanya saya ingin mengunjungi saudara kita yang disana. Tapi dengan menyelusuri gunung dan hutan yang ada disana. Sambil ketawa kecil dan melihat pada orang tuah yang ada di depannya.
”Ah,! kamu ini ada-ada saja, keturunan kita ini berasal dari sana…. Disamping itu gunung tersebut sudah banyak menghilangkan orang.
“Maksut bapak bagaimana,?" ujarnya dengan nada ingin tauh
“Dulunya waktu bapak masih Tentra tempat itu sering dijadikan pelarian sampai kekampung muarah labuh. Tetapi setelah negari aman jalan kesana sering di pakai orang untuk berdagang.
“Bagai mana cara orang berdagang kesana pak,?
“Anak-anak sekarang tak akan mengarti dan paham, dulu mana ada kendaraan seperti sekarang ini,!
“ Maksud bapak pergi kesana dengan jalan kaki?"
“Ya,! Tentu dengan jalan kaki, walau pun harus menempuh dua hari perjalanan
“Dengan menggeleng-geleng kagum Yudi berkata “Wah-wah.... orang-orang dulu memang hebat dan pemberani
Asap rokok kembali keluar dari mulut Yudi, matanya kembali tertuju pada puncak gunung dimana disana ada tersimpan banyak Sejarah dan kenangan bagi orang-arang tua dikampung kita ini dan apa lagi keturunan orang kambang ini berasal dari Muarah Labuh tersebut, terbukti dengan kampung koto pulai ini yang cara bicaranya persis sama dengan saudara kita yang di Muarah Labuh tersebut. Hal ini yang membuat semangat petualangnya muncul dan ingin mencoba bagaimana pahit dan susanya menuju kesana dan untuk ini dia harus mengumpulkan kawan-kawan yang satu kampus yang sekampung untuk bisa berangkat kesana. Hal ini yang dipikirkannya sekarang.
"Apa yang lagi kamu pikirkan, apa kata-kata bapak tadi membuat kamu tersingung.?"
"Dengan waja agak kaget yudi menjawab, “gak apa-apa pak,! bahkan saya merasa senang bisa bercerita dengan bapak.
"Kapan kamu balik kepadang?" dengan lembut bapak tersebut bertanya pada Yudi
“Mungkin petang ini pak,! kerena cuaca agak baik hari ini. Jawap yudi pelan pelan.
"Bapak pergi dudu ya,! bapak mau periksa kebun apa ada tanaman yang rusak kerena hujan semalam
“Ya,! pak, lain kali kalau ada waktu saya mau bercerita lagi sama bapak. Ujar Yudi pelan.
Satu persatu orang mulai pergi meningalkan warung tersebut, kerena juacah mulai membaik dan Matahari pun mulai bersinar. Maklum aja dikampung kebanyakan Ekonomi Masyarakatnya Bertani dan sebagian kecilnya orang Pedagang dan Pegawai negeri.
Setelah melihat kekiri dan kekanan pengunjung kedai mulai sepih. Yudi pun tak ketinggalan diam, setelah membayar minumanya diapun menghidupkan mesin motornya dan pergi menuju rumahnya yang tak begitu jau dari warung tersebut.
Sesampai dirumah. Yudi memarkirkan motornya diruangan depan rumahnya, mendadak aja dari dalam rumah keluar maknya sambil membawa kain jemuran yang belum kering yang akan dijemur disamping rumahnya, lalu berkata pada Yudi,
"kamu semalam tidur dimanah?" Mak mencemaskan kamu, kerena hari hujan tak henti-hentinya, ibu takut kalau terjadi apa-apa dengan kamu.
"Semalam saya tidur dikoto kandis, ditabek yang rumah milik Rektor UNAN itu. Kebetulan keponakan istrinya beliau itu temam saya yang namanya siil itu,!
"Oh,! yang anak itu, yang lusah kemaren perna kerumah kita sama kamu, kata Maknya dengan lembut.
"Wah,! Mak ini pintar, ingatannya bagus. Saya sungguh beruntung punya ibu seperti Mak. sambil berseloro dan bergurau kecil dengan Maknya
"Kalau Mak kamu ini gak pintar, tak mungkin kamu bisa kulia dipadang, pakai motor seperti sekarang ini. Kalau jaman Mak dulu sekolahnya aja jalan kaki, alias kaki ayam dan itu pun cuman Sekolahnya buat anak-anak oarang kaya. kata Maknya dengan agak menyombongkan dirinya didepan anak kesayangannya.
"Ya Saya tau Mak itu hebat” Mak! saya mau cuci motor dulu, biar motornya mengkilat agar gadis-gadis kampus senang naik motor ku ini. Maklum anak muda kan motornya arus menkilat biar lebih tajir gitu lo...Mak,! sambil ketawa keci pada Maknya.
"Sudah pergi sanah, sekalian mandi ya,! Dasar anak manja sama aja dengan Bapaknya waktu muda dulunya.
Yudi pun bergi kedalam rumah sambil bersiul-siul kecil dan langsung kekamar mengambil anduk dan bergegas kekamar mandi. Setelah melepaskan pakaianya yang bertubuh agak atlit yang hobinya bermain bolah Sepak Takrau dengan warna kulit agak putih dan tinggi kira-kira 170 cm langsung menyiram Tubuhnya dengan air sumur yang dinginnya terasa ketulang. Maklum aja kampungnya dekat dari pegunungan, jadi airnya begitu sejuk dan dingin. Baru setelah selesai mandi tubunya terasa segar.
Dari kamar mandi Yudi membawa air satu ember untuk membersikan motornya, di setiab inci dari motornya diperhatikan dengan teliti dan dalam hatinya dia bicara sendiri, "Apa motor ini perlu dirombak,? agar lebih kelihatan tajir men...Tapi hal itu membutukan banyak duit sementara uang untuk semister ini suda terpakai beli pakaian dan jalan-jalan ke Bukit Tingi lihat Jam Gadang yang mana pada malam minggunya banyak dikunjungi oleh anak-anak mudah minang sekedar pergi santai, menghabiskan malam panjang bersama kawan-kawan dan pasangannya masing-masing. Namun Yudi tak ketinggalan, jauh dari Padang bagi Mahasiswa yang memiliki motor itu tidak jauh, dengan motor kesayangannya dia membonceng gadis yang bernama Yeni, gadis cantik yang berambut panjang jurusn Sendra Tasik UNP Padang semister empat yang wajahnya sering menbuatnya susah untuk tidur, jangankan uang semister ku terpakai, roda motorku akan ku gadaikan agar kamu bisa bersamaku, gumannya sendiri. Tapi sayang... Orang tak akan ada yang mau menerima roda motor ku untuk digadaikan sebagai jaminanya.
Sambil garut-garut kepalahnya sendiri Yudi bicara pada dirinya sendiri “Yeni,! saya sayang kamu, percayalah dihatiku cuman ada kamu. Begitulah setiap sms yang dikirim selalu buat yeni diwaktu malam mau tidur. Kembali yudi menggarut kepalanya lalu berpikir sendiri.
"Apa alasan yang terbaru agar Mak dan Bapaknya bisa memberinya uang. Sambil berpikir sendiri dan berkata “Ah, ini beru ide yang bagus, sambil menganguk-anggukkan kapala dia bicara sendiri,
"Bagaimana dengan uang kontrakan rumah aja” Semoga aja Bapak dan Mak bisa terima alasan ku ini?.
Lagi sedang memikirkan hal seperti ini, tiba-tiba aja terdengar suarah Bapaknya. Yang telah pulang bekerja dari kebun sawit miliknya yang tak jau dari rumahnya, Maklum aja bapak yudi memiliki lahan kebun sawit yang cukub luas dan apa lagi beliau seorang Mamak dan pemuka Adat dikampung sehingga beliau cukup dihargai dikampung tersebut. Tiba-tibah aja bapaknya bertanya,
“Apa kamu jadi balik Kepadang hari ini?”
“Mungkin petang ini Pak..! kerena cuacanya agak baik
“Mungkin petang ini bapak tidak ada dirumah, judi memua keperluan kamu untuk balik ke Padang mintak aja pada Mak kamu!.
“Ya..! Pak, nanti Yudi akan mintak sama Mak aja. Dengan penuh senang hati Yudi menjawab pada Bapaknya kerena dengan Maknya Yudi lebih manja dan terbuka untuk menyampaikan sesuatu tentang keperluan kuliahnya.